PERKOSAAN TERHADAP ANAK DITINJAU
DARI HUKUM PIDANA DAN DILIHAT DARI
UNDANG-UNDANG NOMOR. 23 TAHUN 2002
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Tindak pidana pemerkosaan merupakan
suatu persoalan yang sangat serius dalam kehidupan bermasyarakrat, karena
selain menjadi beban berat baik pisik maupun psikis oleh korban, tindak pidana
pemerkosaan ini merupakan persoalan yang membebani Negara. Sering kali kita
membaca dan mendengar baik dari media cetak maupun dari media elektonik mengenai
terjadinya tindak pidana pemerkosaan. Bahkan terjadinya tindak pidana
pemerkosaan ini tidak hanya di kota-kota besar saja, yang relative lebih maju
kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, melainkan juga terjadi di
pelososk-pelosok atau pedesaan yang relative masih memegang nilai tradisi dan
adat istiadat setempat, terutama pada kalangan masyarakat yang ekonominya
lemah.
Kesejahteraan anak adalah suatu tata
kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar,
baik secara rohani, jasmani maupun sosial. ). Anak memiliki peran strategis dan
mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa
dan negara pada masa depan setiap anak kelak dapat memikul tanggung jawab
tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal secara fisik, mental maupun sosial, berahlak mulia.
Tanggal 20 November 1989, lahirnya
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Anak. Indonesia telah
meratifikasi konvensi tersebut dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Konvensi itu memuat kewajiban negara-negara yang meratifikasinya untuk menjamin
terlaksana hak-hak anak.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan
terhadap hak asasi manusia. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa,
yang di dalamnya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, bahwa
anak adalah tunas potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang
menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan setiap anak
kelak dapat memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal secara fisik, mental
maupun sosial, berahlak mulia.
Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara,dalam Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 (2): Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Untuk mewujudkan kesejahteraan anak
maka anak perlu mendapatkan perlindungan dengan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak-hak anak serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Untuk
mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan maka diperlukan dukungan kelembagaan
dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksananya.
Kenyataan di masyarakat pada
akhir-akhir ini banyak terjadi pemerkosaan anak di bawah umur. Penyebab
terjadinya pemerkosaan anak di bawah umur adalah perilaku penampilan anak yang
tampak dewasa dari umurnya dan cara berpakaian. Menonton video porno dan
minum-minuman keras sehingga mengakibatkan pemerkosaan anak itu terjadi.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
Perlindungan Hukum anak di Indonesia Terhadap kasus perkosaan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002?
2. Apakah ada Pembaharuan Hukum Pidana mengenai
kasus perkosaan ini?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERLINDUNGAN ANAK
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dalam penjelasan umumnya secara tegas dikatakan bahwa
:Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak Asasi Manusia (HAM) yang
termuat dalam Undang-Udang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hak-Hak Anak. Darwin Prinst yang dalam bukunya mengenai Hukum Anak
Indonesia berpendapat bahwa “Sekalipun peraturan hukum, yang mengatur tentang
anak. Adapun hal-hal yang diatur dalam hukum anak itu, meliputi: Sidang
Pengadilan Anak, Anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai korban tindak
pidana, Kesejahteraan Anak, Hak-hak Anak, Pengangkatan Anak, Anak Terlantar,
Kedudukan Anak, Perwalian Anak Nakal, dan lain sebagainya”
Tentang betapa pentingnya memahami
Hukum Anak, dapat disimpulkan dari konsideran Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
mengenai Pengadilan Anak. Dimana dikatakan anak adalah bagian dari Generasi
Muda, sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dan penerus
cita-cita perjuangan bangsa. Dalam kedudukan demikian, anak memiliki peranan
strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu, anak memerlukan
perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental
dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.
Untuk melaksanakan pembinaan dan
memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan, baik menyangkut
kelembagaan maupun perangkat hukum yang mantap dan memadai. Perlindungan anak
dilihat dari segi pembinaan generasi muda. Pembinaan generasi muda merupakan
bagian integral dari Pembangunan Nasional dan juga tercapainya tujuan
Pembangunan Nasional, yaitu masyarakat adil dan makmur serta aman sentosa
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
KUHP mengatur anak sebagai korban
pidana adalah belum genap berumur 15 (lima belas) tahun sebagaimana yang diatur
dalam pasal-Pasal 285,287,290,293, 294, 295, 297 dan lain-lainnya. Pasal itu
tidak mengkualisinya sebagai tindak pidana, apabila dilakukan dengan/ terhadap
anak yang belum berusia 15 (lima belas) tahun.
Sehubungan dengan hal tersebut,
dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak tersebut ditegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,-
(enam puluh juta rupiah)”
Begitu juga dalam Pasal 82
ditegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah)”
Selain dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah menegaskan tentang pemerkosaan
terhadap anak sebagaimana telah penulis paparkan diatas, pada KUHP juga dengan
tegas dijelaskan pada Pasal 285 sebagaimana berikut :
“Barang siapa dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan pemerkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun penjara.
“Barang siapa dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan pemerkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun penjara.
Upaya perlindungan anak perlu
dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak janin dalam kandungan sampai berumur
18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang
utuh, menyeluruh, dan komprehensif, untuk ini melakukan kewajiban memberikan
perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas pada Pasal 2 (1) Undang-Undang
Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai berikut :
a. Nondiskriminasi;
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan kepentingan;dan Penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.
Perlindungan anak di usahakan oleh setiap orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara. .Hal ini termuat dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan kepentingan;dan Penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.
Perlindungan anak di usahakan oleh setiap orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara. .Hal ini termuat dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu
1. Menghormati dan menjamin hak asasi anak tanpa membedakan suku, agama , ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau ,mental (Pasal 21);
2. Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 22);
3. Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara umum bertanggungjawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan anak (Pasal 23);
4. Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24).
B.
Pembaharuan Hukum Pidana
Berbicara mengenai pembaharuan hukum
pidana (penal reform) sebagai bagian kebijakan hukum pidana (Penal Policy) di Indonesia tidak
lepas dari membicarakan UUD 1945 sebagai suatu dokumen hukum yang berada di
puncak hirarki perundang-undangan nasioanal terutama alinea ke-4 pembukaan UUD
1945 sebagai amanat dari tujuan Negara Indonesia, oleh karena itu, pembaharuan
hukum pidana sewajarnya dijadikan sebagai pembangunan hukum nasional Indonesia,
ada 4 (empat) komponen utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan hukum
nasional yaitu:
“Komponen norma hukum dan perundang-undangan, aparatur
penegak hukum, kesadaran hukum masyarakat, dan pendidikan hukum khususnya
pendidikan tinggi hukum”.
Berdasarkan pemikiran di atas, dapat
disimpulkan bahwa, aparatur penegak hukum merupakan salah satu komponen
pembaharuan hukum pidana sekaligus sebagai petugas hukum dalam sistem peradilan
pidana. Sebagaimana kita ketahui, komponen sistem peradilan pidana yang lazim
diakui baik dalam pengetahuan mengenai kebijakan pidana (criminal policy) maupun dalam lingkup
praktik penegakan hukum terdiri dari atas unsur kepolisisn, kejaksaan,
pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan, ada juga pendapat legislator merupakan
komponen sistem peradilan pidana. Sebagaimana “Sistem peradilan pidana dilihat
sebagai salah satu pendukung atau instrument dari suatu kebijakan krimanal,
maka unsur yang terkandung di dalamnya termasuk juga pembuat undang-undang”.
“Peran pembuat undang-undang justru sangat
menentukan dalam politik kriminal (crimal
politic) yaitu menentukan arah kebijakan hukum pidana dan hukum
pelaksanaan pidana yang hendak ditempuh dan sekaligus menjadi tujuan dari
penegakan hukum”.
Dapat kita ketahui bahwa, peran dan
fungsi aparatur penegak hukum sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan
bertanggung jawab merupakan sesuatu hal yang penting dalam usaha mewujudkan
prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Upaya
pengembangan dalam melakukan pembangunan hukum nasional itu penting, namun
usaha mempersiapkan penegak hukum profesional yang mempunyai dedikasi dan
integritas dalam menjalankan tugas profesinya sebagai petugas hukum merupakan
faktor utama dalam penegakan hukum.
BAB III
PENUTUP
Simpulan penulis dalam memaparkan
tugas ini yakni, prospek perlindungan korban tindak pidana perkosaan pada anak
harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Undang – undang mengenai
perlindungan anak Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
harus dilaksanakan . karena pada dasarnya anak itulah yang akan menjadi penerus
Bangsa ini. dalam proses peradilan pidana sebagai pembaharuan hukum acara
pidana (KUHAP) di Indonesia yang akan datang berupa, memasukkan ketentuan saksi
pidana ganti kerugian baik kompensasi, restitusi, maupun santunan untuk
kesejahteraan social ke dalam ketentuan saksi pidana tambahan agar hakim dapat
memutuskannya bersamaan dengan pidana pokok, maupun secara mandiri jika terpidana
hanya diancam dengan pidana denda secara tunggal.
Semoga bermanfaat, situs
resmi hukum dan Kriminal jejak kasus. www.jejakkasus.info
Hotline. 0821-4152-3999 (Pria Sakti Presiden Jejak Kasus + Alamat : jalan raya
Kemantren 82 Terusan Gedeg Mojokerto Jawa timur.